HUBUNGAN ANTARA FAKTOR EKOLOGI TERHADAP KEPADATAN PUPA AEDES AEGYPTI SEBAGAI VEKTOR PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DI KOTA BANDAR LAMPUNG

Selvi Marcellia, Sitti Rahmah Umniyati, Mahardika Agus Wijayanti

Sari


Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Jumlah kasus DBD tertinggi di salah satu provinsi yang ada di Indonesia yaitu di Provinsi Lampung. Kota Bandar Lampung yang merupakan bagian dari Provinsi Lampung memiliki jumlah kasus DBD tertinggi karena jumlah penduduk yang cukup padat. Nyamuk Ae. aegypti berkembang biak dengan baik pada daerah yang memiliki ketinggian kurang dari 1000 m dpl dengan suhu antara 25o-30oC dan kelembaban optimal yang dibutuhkan antara 65%–80%. Tujuan dari penelitian ini yaitu mengetahui faktor ekologi yang memiliki kontribusi paling tinggi terhadap kepadatan pupa Ae. aegypti sebagai vektor penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kota Bandar Lampung. Penelitian ini merupakan jenis penelitian analitik observasional dengan rancangan studi cross sectional dengan pengamatan yang dilakukan one point in time. Populasi dalam penelitian ini adalah semua larva dan pupa Ae. aegypti yang dikoleksi dari Kelurahan Sukaraja, Kelurahan Korpri Raya, dan Kelurahan Gunung sulah yang termasuk wilayah endemis di Bandar Lampung. Kelurahan Korpri Raya di Kota Bandar Lampung memiliki faktor ekologi seperti temperatur udara, kelembaban udara, dan ketinggian tempat paling berpengaruh terhadap kepadatan populasi pupa Ae. aegypti karena nilai adjusted R2 pada Kelurahan Korpri Raya paling tinggi yaitu 20,9%. Berdasarkan nilai Standarized Coeficient Beta masing-masing wilayah sebesar 0,388; 0,255; 0,652 menunjukkan bahwa pada Kelurahan Gunung Sulah dan Kelurahan Korpri Raya variabel yang memiliki hubungan paling berpengaruh terhadap kepadatan populasi pupa Ae. aegypti adalah temperatur udara.

Teks Lengkap:

PDF

Referensi


Becker, N. (2008). Influence of climate change on mosquito development and mosquitoborne diseases in Europe. Parasitology Research, 103 (1), S19-s28.

Departemen Kesehatan RI. (2010). Profil Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2010. Depkes RI, Jakarta.

Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung. (2013). Profil Kesehatan Kota Bandar Lampung Tahun 2013. Dinkes Kota Bandar Lampung.

Folamauk, C.L.H. (2013). Hubungan Antara Kejadian Demam Berdarah Dengue Dengan Faktor Lingkungan Fisik Rumah Dan Biologi Nyamuk Aedes aegypti Di Kota Kupang. Tesis. Univ. Gadjah Mada, Yogyakarta.

Higa, Y. (2011). Dengue vectors and their spatial distribution. Am. J. Trop. Med. Health, 39 (4), 17-27.

Mohammed, A. and Chadee, D. D. (2011). Effects of different temperature regimens on the development of Aedes aegypti mosquito. Acta Trop., 119 (1), 38-43.

Pant, C. P. and Self, L. S. (1993). Vector Ecology and Bionomic. Monograph On Dengue/ Dengue Haemorrhagic Fever. SEARO: 22.

Sembel, D. T. (2009). Entomologi Kedokteran. Andi offset. Yogyakarta.

Sintorini, M. M. (2007). Pengaruh Iklim Terhadap Kasus Demam Berdarah Dengue. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, 2 (1), 11 – 18.

Suroso, T. (2004). Situasi Epidemiologi dan Program Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Seminar Internasional Kedokteran Tropis Kajian KLB Demam Berdarah dari Segi Biologi Molekuler Sampai Pemberantasannya. Pusat Studi Bioteknologi, Yogyakarta.

World Health Organization (WHO). (2011). Regional Office for South-East Asia. Comprehensive guidelines for prevention and control of dengue and dengue haemorrhagic fever. Revised and expanded edition, 60th edition. India: SEARO Teachnical, 1-195.




DOI: https://doi.org/10.33024/jfm.v2i1.1546

Refbacks

  • Saat ini tidak ada refbacks.


##submission.copyrightStatement##